Isu hak asuh anak kembali menjadi perhatian publik seiring dengan meningkatnya angka perceraian di Indonesia. Dalam banyak kasus, pertarungan hak asuh sering kali berujung pada konflik berkepanjangan antara orang tua, yang berdampak negatif pada kesejahteraan anak.
Menurut data, Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (RPPAI) ada sekitar 70% kasus perceraian di pengadilan melibatkan sengketa hak asuh. Hal ini memicu kekhawatiran akan dampak psikologis yang dialami oleh anak-anak, Karena ada perselisihan orang tua.
Bagi anak-anak yang terlibat dalam sengketa hak asuh berisiko mengalami stres, kecemasan, dan masalah perilaku. “Penting bagi orang tua untuk mengutamakan kebutuhan dan kesejahteraan setiap keputusan yang diambil,” kata Sekertaris Jenderal Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (RPPAI)A.S Agus Samudra atau pangilan Akrab Agus Kliwir bersama H. Abdul Wachid di hadapan awak media, Minggu (6/10/24).
Agus Kliwir menambahkan, bahwa sistem hukum di Indonesia saat ini masih perlu perbaikan untuk melindungi hak anak. “Pengadilan sering kali lebih mempertimbangkan kepentingan orang tua dibandingkan kebutuhan anak.
Pendekatan yang lebih berfokus pada anak dalam setiap kasus hak asuh dan kesadaran hari ini kita mulai digalakkan agar tujuan untuk mendidik masyarakat.
Pentingnya menjaga kesejahteraan anak di tengah perceraian. Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah penyuluhan dan pendampingan bagi orang tua yang sedang menghadapi proses perceraian.
Melihat kondisi ini, Pemerintah diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap undang-undang yang mengatur hak asuh anak.
Hal ini bertujuan untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan berpihak pada Anak dan Perempuan, serta meminimalkan konflik antara orang tua.
Dengan harapan, melalui kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang hak asuh anak, masa depan anak-anak Indonesia akan menjadi lebih cerah meski dalam situasi yang sulit sampai sekarang", tegas Agus Kliwir.(@red)
0Comments